Minggu, 28 September 2003

'>
Kolom Teknologi Ridwan Prasetyarto: Belajar dari Matahari
    0 Tanggapan   


Selasa, 9 Juli 2002 15:23 WIB - warta ekonomi.com
'In the world without hurdles, who needs gates?' Scott McNeally, CEO Sun Microsystems.

Kata-kata di atas adalah bagian dari psywar yang teramat gemar dilakukan Scott McNeally terhadap kompetitor utamanya, Microsoft. Siapakah yang memerlukan pintu gerbang (gates diasosiasikan kepada Bill Gates, Microsoft) jika di dunia tidak ada pagar? Microsoft, dengan visi awal komputer di setiap meja, memang membuat setiap komputer akan makin gemuk dengan program-program yang makin rakus memori dan prosesor, sehingga hampir tiap tahun kita harus mengganti teknologi Wintel (Windows-Intel) kita.
 
Sebaliknya, sejak 1985, Sun Microsystems mencanangkan 'The Network is the Computer', di mana semua program akan ada di server, dan yang diperlukan oleh pengguna adalah sebuah terminal yang sederhana. Sebelum ada internet, visi Sun ini menjadi hal yang tidak terlalu populer, tetapi saat ini paling tidak kita mengalami satu tren yang ke arah itu: hanya perlu internet browser untuk mengakses informasi apa pun, dan akan menyusul adalah aplikasi apa pun. Bahkan sekarang Microsoft pun mengubah haluan dengan Microsoft. NET-nya yang akan diimbangi konsep Sun ONE dari Sun Microsystems. Walaupun dalam posisi tidak diunggulkan, saat ini praktis hanya Sun satu-satunya pemain yang dapat bersaing dengan Microsoft untuk membuat pilihan standar bagi pengguna. Ia terutama adalah sebagai satu-satunya vendor besar yang menolak bekerja sama dan mengadopsi produk Microsoft. HP (Hewlett-Packard), Compaq, bahkan IBM, sudah lama melakukan bundle produk mereka dengan Microsoft, terutama dalam hal operating system (OS) untuk server, walaupun mereka masih juga memiliki core di UNIX dan kemudian Linux.
 
Menjadi komoditas (commodity dekat dengan kata common yang berarti 'biasa') adalah sesuatu yang dihindari sejak awal oleh Sun, dengan semua strateginya yang seperti Apple di kelas PC itu. Dengan menjadi produk yang unik, maka Sun membuat pasar tersendiri yang menjadikannya produk nomor satu terutama di kelas server high end. Pilihan untuk menggunakan Windows atau Linux di servernya sengaja dihindari, karena akan membuat produknya menjadi komoditas yang sama saja dengan yang lain. Ini adalah pelajaran berharga kalau kita melihat kasus bisnis teknologi informasi (TI) di Indonesia yang kebanyakan adalah me too business. Misalnya, pada saat kursus komputer yang di tahun '80-an menjadi tren (ingat LPKIA Jusuf Randy?), akhirnya semua orang ikut membuat kursus komputer. Demikian juga kasus bisnis wartel, internet provider, warnet, game center, web design, VoIP provider, sehingga menjadi komoditas, harga turun, dan kebanyakan kualitas ikut turun. Mungkin akan sulit, tetapi selalu mengembangkan inovasi yang membuat bisnis kita tidak menjadi komoditas adalah langkah untuk membuat kita berbeda dan meninggalkan pesaing.
 
Belajar dari kasus yang unik dan inovatif seperti Sun akan sangat menarik, apalagi saat ini Sun sedang menghadapi kasus 'innovator's dilemma' dengan adanya Linux di sisi perangkat lunak untuk server, merger HP-Compaq, dan bangkitnya IBM di server kelas atas. Sebelumnya ada masalah besar yang menghadang: berjatuhannya dotcom, padahal bisnis ini menjadi pasar yang membuat Sun mencapai titik tertinggi dalam sejarah.
 
Clayton M. Christensen, di buku best seller-nya, Innovator's Dilemma, menyebutkan bahwa dengan adanya disruptive technology, perusahaan yang sudah memimpin pasar, selalu mendengarkan pelanggan, dan mengikuti tren teknologi, semua tidak menjamin perusahaan akan bertahan. Selalu mendengarkan pelanggan dalam merancang produk baru adalah sesuatu yang sulit dilakukan manakala kita berbicara teknologi baru dan kondisi pasar yang berubah secara tiba-tiba.
 
Sun vs Dotcom
Pada saat bisnis dotcom mencapai puncaknya, dan bisnis internet menjadi tujuan dan mimpi hampir semua perusahaan sampai perorangan, Sun adalah yang pertama menuai untung. Penjualan server, periferal, dan perangkat lunaknya membuat Sun menguasai lebih dari 75% pasar internet server. Namun, siapa mengira kondisinya akan berubah dengan begitu cepat? Karena merupakan pemegang pangsa pasar terbesar, otomatis Sun menanggung penurunan yang sangat besar pula di penjualannya. Satu hal yang bisa menjadi tumpuan Sun sekarang adalah redefinisi e-business yang sebagai pengembangan dari integrasi bisnis antarperusahaan. Ini mungkin akan lebih lambat, tetapi yang jelas bukan tren yang bertahan sesaat karena berangkat dari kebutuhan dan pasar yang nyata.
 
Sun vs Linux
Linux menjadi disruptive technology yang membuat sistem operasi Sun Solaris terlihat kebingungan. Dengan Solaris 8, mereka mencoba turun di kelas x86 (Intel dan AMD), dengan tujuan menyaingi dominasi Windows NT/2000. Akan tetapi, walaupun dibuat gratis, strategi ini tidak berjalan. Maka, di Solaris 9 terbaru, Sun mengumumkan untuk tidak lagi melanjutkan Solaris versi Windows. Masalah di sini adalah, pesaing utama Microsoft di kelas entry server adalah Linux, dan bukannya Sun sebagai pemain di kelas high end. Akhirnya Sun mencoba untuk masuk ke pasar low end ini dengan mengakuisisi Cobalt, server yang berbasis Linux. Tanda-tanda sukses ke arah itu belum terlihat karena perang belum usai dan banyak pemain di kelas ini seperti IBM, Dell, HP, maupun Compaq (sekarang New HP). Apalagi dengan komitmen semua vendor lain ke Linux, Cobalt menjadi produk yang sekilas sama saja dengan yang lain. Saat ini terlihat Sun Cobalt tidak punya strategi spesifik sehingga yang dilakukan adalah menurunkan harga, dan mulai menjadi komoditas biasa. Padahal di perusahaan saya sendiri pernah dilakukan pengujian dengan Cobalt, dan hasilnya, dengan spesifikasi setara, sebenarnya Cobalt memang lebih unggul dibanding server vendor lain.
 
Sun vs IBM
Banyak yang tidak menyadari bahwa dalam perang antara Linux dan Microsoft, korban pertama bisa jadi adalah Sun! Ini kalau kita melihat bahwa Linux lebih banyak dipakai di sisi server dan bertanding dengan Windows Server, sedangkan di sisi client, Linux belum banyak bicara. Masalah bagi Sun adalah, IBM bisa menerapkan Linux bukan hanya di kelas low end, tetapi sampai server midrange dan high end pun sekelas AS 400, RS/6000, dan S/390 mainframe pun bisa menjalankan Linux. Dengan demikian, harga perangkat lunak akan lebih murah dan membuat TCO (total cost of ownership) makin rendah. Masalah bagi Sun adalah, bisnis server (perangkat lunak dan perangkat keras) adalah bisnis utamanya, dan di kelas high end, lawan yang paling berat bagi Sun adalah IBM. Dengan harga yang terlalu tinggi, Sun akan ditinggalkan pesaingnya, padahal salah satu alasannya adalah pengembangan Solaris yang memakan biaya riset yang tinggi. Mungkin memakai Linux sebagai platform untuk servernya akan membuat lebih kompetitif, tetapi nanti apa bedanya Sun dengan IBM atau yang lain? Ada rumor yang belum jelas memang dari Sun untuk mengadopsi Linux sebagai pendamping Solaris, dengan alasan bahwa Sun adalah lebih condong sebagai pembuat perangkat keras. Namun, siapa pun tahu bahwa justru keunggulan Sun adalah penggunaan perangkat lunak Solaris secara eksklusif yang benar-benar menyatu sehingga mampu mengeksplorasi kemampuan server high end-nya yang bisa memakai ratusan prosesor. Kalau saya Bill Gates, psywar di atas akan saya gunakan untuk membalas, 'In the world without Solaris, who needs Sun?'. Terjemahan bebasnya: Di dunia tanpa tata surya (matahari), siapa memerlukan matahari?
 
Sun ONE vs Microsoft.NET
Perang di sisi platform memang menyisakan Sun dan Microsoft yang bersaing memperebutkan siapa pemegang pasar untuk web services. Dengan internet, tren terakhir adalah membuat semua aplikasi berbasis internet, terlepas dari perkembangan alat mengakses yang bisa internet browser, PDA, ataupun mobile phone. Microsoft sedang mengejar ketertinggalannya di dunia baru ini, dan satu demi satu berhasil seperti perang browser menaklukkan Netscape, perang OS untuk PDA yang mulai menggeser Palm OS, dan platform adalah bisa jadi perang terakhir. Sun mempunyai Java dan komunitasnya yang jutaan, sedangkan Microsoft adalah penguasa platform OS untuk user. Siapa yang menang? Kebanyakan analis menjagokan Microsoft, tetapi perang toh
belum usai. Belum mulai malah, karena Microsoft belum tuntas menyelesaikan semua perangkat lunak .NET-nya.
 
Sun vs Sun
Celakanya, di saat yang sangat menentukan seperti sekarang, terhitung 1 Juli 2002, lima orang eksekutif puncak Sun resmi mengundurkan diri. Bahkan termasuk di antaranya, Ed Zander, president dan COO sebagai orang nomor dua setelah Scott McNeally. Disusul oleh CFO Michael E. Lehman, VP Computer System Business John Shoemaker, Head of Enterprise Service Business Larry Hambly, dan De Witt, CEO Cobalt yang bergabung karena akuisisi Cobalt oleh Sun. Ini memberikan tanggapan negatif oleh pasar yang ditandai pukulan berat ke harga saham Sun yang turun seketika hampir 15%. Apa yang akan Anda lakukan jika menjadi Scott McNeally? Pusing sudah tentu, tetapi selanjutnya, bagaimanapun, Sun adalah perusahaan yang berpengalaman 20 tahun dan pernah mengalami banyak cobaan berat selama itu. Kemudian, apa pun yang terjadi dengan Sun selanjutnya, kita akan mendapat pelajaran yang berharga tentang kisah inovasi, dan bagaimana menyikapi tantangan dari inovasi itu sendiri.
 



 

Kirim Tanggapan    Kirim Artikel Ini

 
     
   

 
Kamis, 25 September 2003 13:39 WIB
Kolom Irham A. Dilmy: Mencari Kepastian dari Kebimbangan
    0 Tanggapan   
 
Kamis, 25 September 2003 13:5 WIB
Kolom Richardus Eko Indrajit: Aspek Penting dalam Website E-Government (Kajian Kualitas Website Angg
    0 Tanggapan   
 
Selasa, 23 September 2003 11:26 WIB
Kolom Andang Lukitomo: Go International dengan Gaji Lokal?
    0 Tanggapan   
 
Jum'at, 19 September 2003 14:3 WIB
Kolom Irham A. Dilmy: Manajemen Stres
    0 Tanggapan   
 
Rabu, 17 September 2003 10:28 WIB
Kolom Sartono Mukadis: (Jangan) Bunuh Diri(ku)
    0 Tanggapan   
 

Selengkapnya...
 

 

 

 

all rights reserved, copying or reproducing any material on this website
without prior consent from Warta Ekonomi is prohibited

 




=